Ancaman penyakit menular kini membayangi para korban banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Radrkriminal.online
Tapanuli Tengah
Dalam laporan Kementerian Kesehatan, kasus demam, diare, dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) tercatat paling tinggi sepanjang 25 November–2 Desember 2025.
Di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, lonjakan pasien yang mengeluhkan batuk, flu, demam, dan gatal-gatal disebut meningkat hingga 400 persen, menurut dinas kesehatan setempat. Situasi ini memperburuk kondisi para pengungsi yang sejak awal kekurangan air bersih dan fasilitas sanitasi.
BBC News Indonesia melaporkan kondisi lapangan di Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah menunjukkan krisis kebersihan. Tumpukan sampah bercampur lumpur bekas sapuan banjir terlihat di banyak ruas jalan. Sebagian sampah dibakar, sebagian lain dibiarkan menggunung dan dihinggapi lalat—memunculkan bau tak sedap dan risiko sumber penyakit.
Pemandangan tersebut tampak jelas pada Sabtu (6/12/2025), atau 10 hari setelah bencana yang menewaskan lebih dari 150 orang. Meski banjir telah surut, pemulihan belum terlihat signifikan. Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) bahkan menyebut Sibolga dan Tapanuli Tengah sebagai wilayah yang memerlukan “perhatian serius”.
Di tengah kondisi itu, Rekson Charles Pardede dan istrinya, Rismawati Samosir, mengaku cemas terhadap kesehatan anak mereka yang baru berusia 11 bulan.
Persis di depan rumahnya, tampak tumpukan sampah setinggi hampir satu meter—sisa dari rumah-rumah di sekitar.
“Memang sebelumnya sampah kita ada di sini, cuma semenjak banjir ini, sampah segini banyak. Dari banjir kemarin sampai hari ini belum ada sampah diambil,” ujar Rekson.
Warga berharap pemerintah mempercepat penanganan sampah, menyediakan air bersih, serta meningkatkan layanan kesehatan sebelum wabah benar-benar meluas di wilayah terdampak.
Sumber : BBC INDONESIA
0 Komentar