Praktik bagi-bagi “fee proyek” di lingkungan Dinas PUPR Sumut ternyata bukan sekadar isu jalanan. Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Medan, Komisaris PT Dalihan Natolu Group (DNG), Taufik Hidayat Lubis, blak-blakan membongkar rincian pembagian jatah dari proyek pembangunan jalan Sipiongot–batas Labusel dan Hutaimbaru–Sipiongot.
Menurut Taufik, pembagian fee itu dilakukan secara “teratur dan terencana”. Bahkan, disebutnya sebagai hal yang sudah biasa dan menjadi kesepakatan bersama.
“Porsi pembagian fee proyek tersebut adalah Kepala Dinas PUPR 3 persen, Kepala UPT Gunung Tua 1 persen, bendahara UPT 0,2 persen, PPTK 0,5 persen, konsultan ada pemberian uang tanda terima kasih, dan pengawas proyek 0,25 persen,” ungkap Taufik di ruang sidang, Rabu (15/10/2025).
Angka-angka itu disebut tanpa ragu, seolah sedang membaca daftar menu harian — padahal yang dibagi bukan hasil kerja keras, melainkan hasil korupsi.
Taufik hadir bersama dua saksi lain, Maryam selaku bendahara PT DNG dan Sindi, agen Bank Mini Gunung Tua. Ia mengaku, uang fee proyek yang sudah disiapkan belum sempat disalurkan karena KPK keburu menangkap para pemain utamanya — di antaranya mantan Kadis PUPR Sumut Topan Ginting, Direktur Utama PT DNG Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, dan Direktur PT Rona Mora Muhammad Rayhan Dulasmi.
“Belum ada uang yang kami serahkan untuk pekerjaan tahun 2025, dan saya ketahui hal ini dari saudara Kirun,” katanya.
Taufik, yang tak lain keponakan dari terdakwa Akhirun, juga mengakui dirinya ikut berperan dalam pengaturan pemenangan tender proyek di Dinas PUPR Sumut.
“Iya pak, terlibat,” jawabnya tenang ketika ditanya jaksa penuntut umum.
Lebih lanjut, Taufik menyebut praktik setoran seperti ini sudah menjadi rahasia umum di lingkaran proyek pemerintah. “Komisi kami serahkan dari tahun ke tahun dan hal tersebut sudah seperti aturan tidak tertulis,” katanya.
Kalimatnya terdengar ringan, tapi isinya berat — karena justru menggambarkan betapa korupsi di proyek infrastruktur seolah sudah dilembagakan tanpa perlu undang-undang.
Seperti diketahui, dalam kasus korupsi proyek jalan ini, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan disidang di PN Medan, yakni:
Topan Ginting (mantan Kadis PUPR Sumut),
Rasuli Ginting (Kepala UPTD Gunung Tua),
Heliyanto (Satker PJN Wilayah I Sumut),
Muhammad Akhirun Efendi Siregar (Dirut PT DNG), dan
Muhammad Rayhan (Direktur PT RN).
Kini fakta demi fakta mulai terungkap di persidangan — dan publik kembali diingatkan bahwa “pembangunan jalan” di Sumut tak cuma butuh aspal dan semen, tapi juga porsi untuk pejabat.
0 Komentar